Pada suatu hari, tepatnya pada 14 September 1910 di Maninjau, Sumatra Barat, lahirlah seorang anak yang kelak menjadi salah satu orator wanita terhebat yang pernah dimiliki oleh Indonesia. Sang Ratu Podium bermental baja yang sangat ditakuti oleh Belanda. Ialah, Hajjah Rangkayo Rasuna Said, atau biasa kita sebut sebagai Rasuna Said.
Rasuna memulai karir politiknya di organisasi Sarekat Rakyat (SR), dengan Tan Malaka sebagai salah satu tokoh sentral organisasi itu. Lalu, ia kemudian berkecimpung di Soematra Thawalib. Di gerakan Soematra Thawalib ini, ia turut merintis sekolah Thawalib dan mengajar disana walaupun saat itu ia masih berusia sangat muda.
Kemudian, pada tahun 1930, Soematra Thawalib melahirkan Persatuan Muslimin Indonesia, dengan Rasuna Said sebagai salah satu pelopornya. Disana, ia menjadi orator ulung. Meskipun Rasuna adalah seorang perempuan, namun ia memiliki sifat yang tegas, bermental baja, dan penuh wibawa. Bahkan, pidato-pidato yang ia sampaikan lebih tajam dari peluru senapan. Akhirnya, Rasuna Said ditangkap dan dipenjara oleh pemerintah kolonial Belanda.
Walaupun berada di dalam penjara, tak berarti Rasuna Said akan diam begitu saja. Setelah bebas dari penjara, ia menjadi pemimpin di salah satu media koran yang banyak membicarakan soal perempuan. Melalui tulisan-tulisannya, dia menentang dengan keras segala bentuk ketidakadilan terhadap wanita. Namun, media koran tempat ia menulis, Menara Poetri, tak berumur panjang karena masalah pembiayaan.
Rasuna Said memang mempunyai jiwa merdeka yang tak bisa dikekang oleh siapapun, bahkan suaminya. Sudah dua kali Rasuna mengalami perceraian karena suaminya tak mendukung perjuangannya. Bahkan, saat pemberontakan PRRI-Permesta meletus, ketika Rasuna Said memihak NKRI, mantan suaminya malah membela PRRI-Permesta..
Kegigihan itulah yang membuat Bung Karno kagum pada pejuang dari Sumatra Barat ini. Dalam sebuah pidato di Bandung, 18 Maret 1958, di hadapan puluhan ribu massa, Bung Karno memuji kegigihan perjuangan Rasuna Said. Karena itu, pada 11 Juli 1957, Bung Karno menunjuk Rasuna Said sebagai anggota Dewan Nasional mewakili golongan perempuan. Rasuna tetap menunjukkan sikap politik yang tegas: nasionalis anti-kolonialisme dan anti-imperialisme.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Rasuna Said aktif di Badan Penerangan Pemuda Indonesia dan Komite Nasional Indonesia. Rasuna Said duduk dalam Dewan Perwakilan Sumatra mewakili daerah Sumatra Barat. Ia diangkat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat (DPR RIS) karena kemampuan politiknya yang sangat bagus dan sangat tajam. Kemudian menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Sayang, di tengah arus besar kontra-revolusi yang hendak menggulingkan pemerintahan Soekarno, Rasuna Said meninggal dunia dikarenakan penyakit kanker darah. Tepatnya pada tanggal 2 November 1965, saat usianya 55 tahun. Beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Oleh karena besarnya jasa dan perjuangannya untuk kemerdekaan bangsa, HR. Rasuna digelari Pahlawan Nasional dengan SK Presiden No 084/TK/Tahun 1974. Namanya kini juga banyak diabadikan sebagai nama jalan-jalan besar di Ibukota.
Penulis : Indah Nur Jannah
Editor : Fahar Baswara W.